Perbaikan Pilkada Langsung
Pilkada serentak 2024 meninggalkan beberapa catatan yang perlu diperbaiki supaya demokrasi prosedural ini benar-benar dapat menjamin demokrasi substansi di tingkat lokal. Beberapa usulan perbaikan pilkada langsung antara lain:
Pertama, penguatan kewenangan lembaga penyelenggara pilkada harus terus dilakukan untuk menangani persoalan meningkatnya pelanggaran pilkada. Pelanggaran pilkada sejak 2005 sampai saat ini cenderung meningkat. Padahal, ada beberapa lembaga yang fokus menyelenggarakan pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Sejauh ini, lembaga-lembaga ini tidak diberikan penguatan, misalnya, Bawaslu tidak memiliki kewenangan yang bersifat memaksa. Dalam suatu perkara sengketa, sering terjadi perbedaan pandangan antar lembaga penyelenggara pemilu, seperti KPU dan Bawaslu. Bahkan dalam proses rekruitmen anggota KPUD sangat rentan campur tangan dari pemerintah dan partai politik. Oleh karena itu, ketiga lembaga penyelenggara pemilu tersebut perlu penguatan kewenangan.
Kedua, penggunaan teknologi informasi dalam proses pilkada sangat membantu meningkatkan efisiensi dan transparansi. Pelaporan dan penyampaian hasil secara digital mempercepat akses informasi dan mengurangi potensi manipulasi data. Di samping itu juga, penggunaan teknologi informasi dapat menghemat anggaran pilkada dan membantu pekerjaan dari petugas pilkada.
Ketiga, sudah saatnya untuk menerapkan kebijakan pilkada wajib untuk memberikan ganjaran bagi masyarakat yang tidak memilih pada saat pilkada. Pengalaman Pilkada 2024 terjadi penurunan voting turnout dibandingkan pilkada sebelumnya. Meskipun hari pencoblosan telah diliburkan oleh pemerintah tetapi cukup signifikan angka pemilih yang tidak datang memilih. Penelitian dari Singh (2018) memperlihatkan bagaimana pemilu wajib dapat mendorong kompetisi politik yang baik berbasi program dan mengurangi money politics.
Keempat, perlunya aturan yang tidak mewajibkan kandidat untuk memperoleh rekomendasi dari ketua umum partai politik di tingkat nasional untuk ikut dalam kompetisi elektoral di daerah. Kandidat cukup membawa rekomendasi dari pimpinan partai politik di tingkat daerah. Hal ini untuk memperkuat kelembagaan partai politik dengan mendorong partai-partai politik melakukan desentralisasi di dalam tubuh organisasi mereka.
Kelima, memberikan kesempatan kepada orang-orang di daerah untuk mendirikan partai politik di daerah dan mengikuti kontestasi elektoral di tingkat daerah mereka.***
Penulis: Prof. Stefanus Sampe, S.Sos., GradDipPubAdmin., MPubPol., Ph.D. adalah Profesor/Guru Besar dalam ranting ilmu/kepakaran Ilmu Pemerintahan di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sam Ratulangi.
–