Oleh Dr. Fabian J. Manoppo, AI Data Analyst
Pendahuluan
Sistem pendidikan formal di banyak negara telah lama terjebak dalam paradigma kompetisi akademik yang sempit. Fokus pada peringkat, nilai ujian, dan pencapaian kuantitatif cenderung mengabaikan esensi pendidikan sejati—yaitu membentuk manusia berpikir, bukan sekadar “produk” unggulan. Dalam pandangan Noam Chomsky:
“Ketika sekolah hanya mengejar peringkat, murid dipersiapkan menjadi mesin kompetisi, bukan manusia berpikir.”
Pernyataan ini menggugah kritik mendalam terhadap sistem pendidikan yang lebih mengutamakan hasil daripada proses, angka daripada pemahaman, dan prestise daripada nalar.
Bagaimana sistem pendidikan konvensional telah berubah menjadi arena kompetisi? Apa dampak psikologis, sosial, dan intelektual dari pendidikan yang berorientasi peringkat? Apa alternatif sistem pendidikan yang membebaskan dan memberdayakan nalar?
Pendidikan Sebagai Alat Industrialisasi
Dalam kerangka hidden curriculum, sekolah berfungsi mereproduksi nilai-nilai sistem ekonomi kapitalistik: Menanamkan kepatuhan, bukan kreativitas; Mengukur kecerdasan dalam angka, bukan dalam kebermaknaan berpikir; dan Mendorong murid untuk bersaing, bukan berkolaborasi.
Konsekuensi Psikologis dan Sosial
Anak menjadi takut gagal, bukan tertarik belajar; Kecemasan akademik meningkat akibat tekanan peringkat; dan Anak dari keluarga marginal merasa teralienasi karena gagal memenuhi standar sempit keberhasilan.
Manusia Berpikir vs Mesin Kompetisi
Chomsky menyerukan agar pendidikan menghidupkan kembali: Rasa ingin tahu alami (curiosity); Kebebasan berpikir kritis; dan Kepekaan sosial dan etika.
Ini bisa dicapai melalui pendekatan seperti: Pendidikan berbasis proyek (Project-Based Learning); Penilaian formatif dan reflektif; dan Ruang diskusi dan dialektika di dalam kelas.
Alternatif: Pendidikan Humanistik
Menurut Paulo Freire, pendidikan harus menjadi “praktik pembebasan” bukan “penjinakan”; Sistem Montessori, Reggio Emilia, dan pendidikan komunitas menjadi model yang menempatkan anak sebagai subjek berpikir.
Kesimpulan
Pernyataan Chomsky menjadi alarm penting bagi sistem pendidikan global dan nasional: pendidikan yang mengejar peringkat semata justru mengerdilkan daya nalar manusia. Sekolah seharusnya bukan pabrik penghasil ranking, tetapi taman tumbuhnya pemikiran bebas dan kritis.***