Sea, Merdeka17.id –Pegiat antikorupsi dan antimafia tanah Arthur Mumu angkat bicara. “Tangkap! Penjarakan mafia tanah!” Begitu pernyataan tegas pegiat ini yang jarang senyum itu.
Hal itu dikatakan Arthur Mumu saat dihubungi di Manado pada Selasa, 30 September 2025 pukul 12.16 WITA untuk dimintai tanggapannya tentang protes warga masyarakat Desa Sea, Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara terhadap pemasangan pagar di kanan kiri MORR III (Manado outer ring road; jalan lingkar luar Manado) Tahap III yang diduga dilakukan oleh pihak pemohon Jimmy Widjaja–sebagaimana tertulis di baliho.
Baginya, pemagaran lahan yang dilakukan itu, padahal belum jelas status kepemilikannya, adalah jelas-jelas penyerobotan lahan. “Ini berarti telah terjadi penyerobotan lahan sehingga masyarakat bereaksi atau ngamuk,” kata Arthur Mumu.
Diapun mengurai bahwa akar masalah di lahan sengketa tersebut, sebenarnya, adalah imbas dari pembangunan proyek MORR III yang tidak becus, dalam hal pembebasan lahan warga masyarakat.
Buktinya, MORR III Tahap IV yang sudah dimulai sejak Sabtu, 13 September 2025 harus terkendala nonteknis, yakni pembebasan lahan karena masih ada 14 titik masalah sebab belum tuntasnya pembayaran ganti rugi lahan milik warga.
Menunggu Korban?
Ketika ditanya, siapakah yang bertanggung jawab? Arthur Mumu menuding bahwa kejadian ini terjadi karena ulah para petinggi di Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (Dinas Perkimtan) Provinsi Sulawesi Utara berinisial JEK, SK, dan AW.
“Mereka bertiga harus bertanggung jawab karena sertifikat kepemilikan lahan warga belum jelas, tapi mereka sudah memerintahkan proyek MORR III jalan,” ungkap Arthur Mumu.
Arthur Mumu pun mengimbau Gubernur Sulut Yulius Selvanus agar sesegera mungkin turun tangan, sebagaimana janji kampanyenya untuk membabat para mafia tanah. “Jangan dibiarkan berlarut-larut,” pungkasnya seraya menambahkan, “Apakah harus menunggu korban lagi?”***
Pewarta: Iwan Ngadiman