Merdeka17.id – Siang ini cuaca terik luar biasa panas kayak di penggorengan menyengat kulit. Saya diajak oleh seorang wartawan media online untuk merapat ke salah satu satuan pendidikan yang terletak di seputaran Malalayang. Kami beriringan dengan roda dua menyusuri ruas jalan Malalayang ke arah luar kota. Saya membuntutinya dari belakang.
Sekitar 40 meter setelah Terminal Malalayang, kami belok kiri–sebab, tidak mungkin ke kanan karena laut–lantas ke kanan, masuk gang kecil dekat gereja. Motor diparkir seadanya saja. Yang penting, orang bisa lewat.
Sekilas kuperhatikan, kok tidak ada tanda-tanda ada sekolah? Saya dituntun ke jalan kecil selebar 130 sentimeter yang lebih pas dilewati oleh satu motor saja. Ternyata, ini adalah akses jalan masuk ke SD Inpres Malalayang Manado. Gang kecil, kayak di permukiman kumuh saja. Kulihat di pojok depan sana ada nenek tua duduk angkat kaki serius dengan HP-nya. Ketika menikung, sempat kulirik, beliau seakan tidak terusik sama sekali namun mata kami sempat berserobok.
Akses Masuk Depan Tak Ada
Setelah melewati gang–yang sebenarnya adalah dinding kelas/bangunan sekolah tersebut– kami tiba di depan ruang kepala sekolah. Ada papan pengumuman yang menjelaskan bahwa sedang dilaksanakan UAS (ujian akhir sekolah). UAS ini dilaksanakan sejak hari ini, Senin 13 Mei hingga tanggal 17 Mei 2024. Di situ saya diperkenalkan dengan Ibu Deity D.M. Ratag, M.Pd. yang adalah Kepala Sekolah. Setelah chit-chat sebentar, iseng-iseng saya bertanya, “Bu, pintu gerbang sekolah ini, di mana, ya?”
Raut wajahnya tampak bingung. “Jalang maso ka skolah ada tiga. Satu, dari samping. Kedua, dari blakang. Dan katiga, ada di depan,” katanya sambil menunjuk ke titik tertentu. Saya menyimpulkan, beliau menaruh harapan besar jika pintu gerbang sekolah bisa segera terwujud. Bahkan, katanya, Sekkot Manado pun sudah datang berkunjung namun belum ada tanda-tanda terkabul. Saya pun minta permisi untuk melihat-lihat pintu masuk depan yang beliau maksudkan.
Ketika hendak keluar lewat gerbang yang dimaksud, sempat menunggu lama karena kunci gembok tak kunjung datang. Mungkin sudah lama tidak pernah dibuka. Kami pun memutar lewat kelas. Setelah di luar, terasa uap panas dari Pantai Malalayang dihembus angin laut nan sepoi-sepoi.
Sejauh mata memandang, dari kiri ke kanan, tampak cekungan panjang dari Pantai Manado yang dilatarbelakangi oleh Pulau Manado Tua dan Pulau Bunaken. Walaupun terhalang oleh atap bangunan namun tempat wisata dan kuliner Manado Beach Walk (MBW) juga masih bisa teramati dari sekolah ini.
Hati-Hati
Sejujurnya, pemandangan yang terpampang di depan SD Inpres Malalayang Manado ya lumayanlah yang bisa membuat orang betah dan duduk berlama-lama memandang laut sambil menikmati semilir angin. Saya membayangkan, ketika hari beranjak gelap, maka akan nampak Kota Manado yang diterangi gemerlapnya lampu. Selain itu, kendaraan yang lalu lalang di ruas jalan Malalayang-Tateli yang tampak dari ketinggian menambah sempurnanya kenikmatan ini.
Namun, di kala Anda sedang asyik, janganlah lengah. Sebab, hanya sekitar 1,5 meter dari dinding sekolah, yang ditumbuhi tanaman liar, jika Anda salah berpijak maka siap-siaplah terjun bebas dari tubir sekitar 20-an meter.
Siap Bantu
“Kami ingin membuat jalan masuk ke gerbang sekolah di depan sini. Karena sekolah menghadap ke Utara, persis di depan MBW,” kata Deity D.M. Ratag seraya menambahkan, “Memang sih, jalan setapak itu adalah kintal milik seorang Cina yang sangat baik hati sekali yang mengizinkan tanahnya dijadikan akses masuk ke sekolah, selama beliau belum menggunakannya.”
Menurutnya, kabar bagus ini segera diteruskan ke Pemerintah Kelurahan Malalayang II termasuk para Pala (kepala lingkungan, red). “Mereka siap membantu,” katanya. “Tinggal menunggu modal dan waktu yang pas,” pungkasnya mantap.
Beri Penghargaan
Wajarlah, si Cina dermawan yang belum diketahui namanya yang sangat peduli dengan kepentingan umum sekaligus mendukung program Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknolgi selayaknya diberikan penghargaan oleh pemerintah bahkan bila perlu dijadikan Komite Sekolah.***
Pewarta: Iwan Ngadiman