Dana BOS bukan untuk Bos. Dana BOS bukan uang pribadi. Ia adalah amanah negara untuk murid, guru, dan masa depan bangsa.
Tomohon, Merdeka17.id – Sejumlah guru dan staf di SMK Negeri 1 Tomohon mengungkapkan keprihatinan mendalam terkait pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dinilai tidak transparan dan tidak menyentuh kebutuhan esensial pembelajaran.
Ironisnya, demi menjaga kelangsungan proses KBM (kegiatan belajar mengajar), para guru terpaksa mengeluarkan uang pribadi untuk membayar tagihan listrik dan internet sekolah–fasilitas dasar yang seharusnya ditanggung dari dana BOS.
Investigasi lapangan dan wawancara mendalam dengan sumber internal sekolah mengungkap sejumlah temuan mencengangkan yang patut menjadi perhatian publik dan pengawas sekolah.
Pengelolaan Dana BOS Tertutup
Menurut beberapa guru yang enggan disebut namanya karena khawatir akan tekanan, penggunaan dana BOS di SMK Negeri 1 Tomohon hanya diketahui oleh Kepala Sekolah dan Bendahara sekolah. Tidak ada rapat transparansi, tidak ada laporan berkala yang dipampang di papan informasi, apalagi dibagikan ke komite sekolah atau perwakilan guru.
“Kami cuma tahu dana BOS cair, tapi untuk apa, berapa besar, dan ke mana uangnya, itu gelap. Hanya dua orang yang pegang kendali,” ungkap seorang guru yang telah mengabdi lebih dari 5 tahun seraya menambahkan, “Sesuai Permendikbud No. 6 Tahun 2021, sekolah wajib mempublikasikan penggunaan dana BOS secara terbuka, termasuk melalui papan informasi dan laman sekolah.”
ATK Selalu Habis
Alat tulis kantor (ATK) seperti spidol, kertas HVS, tinta printer, dan whiteboard cleaner–yang merupakan kebutuhan dasar dalam proses belajar– selalu dalam kondisi “habis”. Guru-guru mengaku harus membeli sendiri keperluan tersebut dari kantong pribadi agar pembelajaran tetap berjalan.
“Spidol habis, beli sendiri. Kertas printer kosong, beli sendiri. Ini bukan cerita satu atau dua guru, tapi hampir semua,” kata seorang guru mata pelajaran.
Ironisnya, anggaran BOS seharusnya mencakup pemenuhan ATK untuk kegiatan administrasi dan pembelajaran.
Guru Bayar Tagihan Listrik dan Internet
Salah satu temuan paling mencolok: selama beberapa bulan terakhir, tagihan listrik, dan langganan internet sekolah–yang vital untuk pembelajaran daring, ujian berbasis komputer, dan akses informasi– justru ditanggung secara swadaya oleh para guru.
“Kalau tidak kami bayar, listrik mati, internet putus. Siswa tidak bisa ujian, guru tidak bisa akses e-learning. Kami iuran, kadang Rp50 ribu per orang per bulan,” ungkap seorang guru.
Padahal, dalam komponen penggunaan dana BOS, biaya listrik, air, dan langganan internet termasuk pos anggaran yang diperbolehkan dan seharusnya diprioritaskan.
Dua Tahun Tak Belanjakan Bahan Praktik
SMK seharusnya menjadi tempat siswa mengasah keterampilan praktik. Namun, menurut pengakuan guru-guru kejuruan, bahan praktik seperti oli, kabel, dan lain-lain tidak dibelanjakan selama dua tahun terakhir.
“Siswa cuma bisa lihat video atau dengar teori. Praktik minim karena bahan habis, tidak ada pengadaan baru. Padahal dana BOS kan ada,” keluh seorang guru.
Akibatnya, kualitas lulusan dipertanyakan oleh industri mitra yang menerima siswa magang.
Aset Sekolah dari Dana BOS Hilang
Lebih mencengangkan lagi, sejumlah barang yang seharusnya menjadi aset sekolah, yakni: proyektor, printer, komputer, dan peralatan praktik yang dibeli menggunakan dana BOS, dilaporkan “tidak berada di sekolah”. Ada yang diduga dipindahkan ke tempat lain, bahkan ada yang “menghilang” tanpa catatan inventaris yang jelas.
“Ada barang baru tahun lalu, tapi sekarang tidak ada di ruang sekolah. Inventaris tidak update, tidak ada tanda terima resmi,” ungkap seorang staf tata usaha.
Ini melanggar Permendikbud yang mewajibkan pencatatan dan pelaporan aset hasil belanja BOS secara rinci dan akuntabel.
Sekolah Butuh Pengawasan, Bukan Hanya Dana
SMK Negeri 1 Tomohon bukanlah sekolah sembarangan. Ia adalah representasi pendidikan vokasi di jantung Kota Tomohon. Namun, jika pengelolaan dananya tidak transparan, jika guru harus mengeluarkan uang pribadi demi listrik dan spidol, dan jika aset sekolah “menguap” maka kepercayaan publik dan kualitas pendidikan akan runtuh.
Dana BOS bukan untuk Bos. Dana BOS bukan uang pribadi. Ia adalah amanah negara untuk murid, guru, dan masa depan bangsa.***
Pewarta: Iwan Ngadiman